Banjir adalah
salah satu bencana alam yang sangat akrab dengan masyarakat Indonesia
saat ini. Frekwensi dan intensitas kejadiannya pun terus meningkat. Intensitas
curah hujan yang tinggi dalam waktu yang singkat serta semakin berkurangnya daerah resapan air
disinyalir sebagai penyebab banjir
terutama yang terjadi di kota-kota besar. Konversi lahan-lahan terbuka
hijau sebagai tuntunan peradaban manusia adalah fakta yang memang sangat sulit dicegah.
Perubahan pola
dan intensitas curah hujan adalah salah satu dampak perubahan iklim yang
menjadi isu paling hangat bagi para pemerhati lingkungan beberapa dasawarsa
belakangan ini. Daerah-daerah perkotaan
yang curah hujannya diproyeksikan akan meningkat, memiliki peluang ancaman
banjir yang semakin besar pula. Oleh karenanya
perlu berbagai upaya untuk mengurangi peluang kejadian serta dampak resiko banjir
tersebut.
Salah satu
solusi untuk mengurangi peluang kejadian banjir di kota-kota besar seperti Jakarta adalah pembangunan penampungan air bawah tanah
yang dibangun dengan sistem otomatis ( Real time control). Bangunan bawah tanah
yang saat ini telah banyak digunakan sebagai lapangan parkir bisa digunakan
untuk mengembangkan sistem ini. Secara
sederhana konsep penampungan ini adalah dengan membangun beberapa lapis ruangan
di bawah tanah. Lapisan paling bawah
adalah lapisan utama untuk penampungan air, kita sebut lapisan ini lapisan pertama pertama, lapisan
kedua dan lapisan ketiga bisa digunakan untuk parkir kendaraan atau untuk
kepentingan lainnya.
Konsep Real Time Control untuk mengurangi banjir di kota-kota besar |
Pada saat hujan besar terjadi, air masuk dalam penampungan melalui pintu utama menuju
lapisan pertama. Pada penampungan pertama ini dibangun real time control
berdasarkan tinggi muka air. Jika air sudah sampai pada nilai ambang (threshold)
tertentu, sistem kontrol akan memberikan sinyal bahwa penampungan akan segera
penuh terisi air. Penampungan kedua yang
pada keadaan normal bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain (misal untuk
parkir) sudah harus dipersiapkan dan dikosongkan untuk menampung air. Ketika
penampung pertama sudah penuh, maka secara otomatis pintu tampungan kedua akan
terbuka dan air akan mengalir pada tampungan kedua ini. Jika genangan semakin
besar, pada keadaan yang sangat ekstrim dan dadurat, penampungan ketiga yang merupakan tempat parkir kendaraan bisa
digunakan dengan sistem kerja yang sama. Air-air
yang ada pada sistem tampungan ini akan dilepaskan secara otomatsi pula menuju saluran-saluran buangan seperti muara sungai atau untuk pemanfaatan lainnya.
Pembangunan sistem
ini, dalam pandangan saya, di kota-kota
besar seperti Jakarta sudah harus mulai dipertimbangkan pengaplikasiannya. Jakarta
adalah pusat ekonomi dan pusat pemerintahan Indonesia. Hampir 70% ekonomi Indonesia ada di
Jakarta. Lumpuhnya Jakarta akibat banjir, artinya juga kelumpuhan ekonomi Bangsa Indonesia. Disamping itu sistem ini juga perlu diaplikasikan di pusat-pusat pemerintahan utama seperti pusat pemerintahan. Sungguh ironis sekali jika istana kepresidenan harus tergenang
banjir seperti yang pernah terjadi di Indonesia. Terakhir yang tak kalah penting juga adalah di pusat-pusat cagar budaya karena tempat itu adalah tempat bersemayamnya beribu nilai historis yang tidak akan tergantikan oleh nilai yang lain.