Kisah seorang gadis korea ini, kembali mejadi pelecut semangatku. Setelah beberapa waktu, semangat itu seperti hilang entah kemana. Malu pada diri sendiri dan kepada Pencipta. Yah kisah tentang Hee Ah Le yang dituturkan oleh Kurinia Effendi dalam sebuah buku berjudul , an inspiring True Story of Hee Ah le, “ The four Fingered Pianist”. Kisah tentang keterbatasan anak dan keajaiban cinta seorang ibu. Mungkin sekaligus catatan ini kupersembahkan untuk para perempuan di Indonesia yang hari ini menyambut hari kartini. Hey guys, Kisah kartini bukanlah sebatas kebaya, seperti yang banyak terlihat di hari ini. tapi jauh lebih dari itu…..
bersama ibu yang selalu menemani
Namanya Hee Ah Lee lahir pada hari selasa 9 juli 1985 di sebuah rumah sakit II-sin di Pusan dari seorang ibu bernama Woo Kap Sun. Terlahir tak sempurna. Hanya memiliki empat jari dan kaki sebatas lutut. Ectrodactyly itulah istilah medis kelaianan yang diderita Hee Ah le. Tanganya seperti Capit , itulah sebababnya kelainan ini sering juga disebut sindrom Capit Lobster. Sampai saat ini dunia kedokteran masih meneliti akar penyebab sindrom langka ini.
Jari Capitnya
Ketika sebagian besar keluarganya tak bisa menerima kehadiran bayi tersebut, sang ibu merasakan kebahagian luar biasa. “Sebelum kau bertumbuh di rahimku, aku sudah mengingingkan mu. Sebelum kau lahir aku sudah mencintai mu, sebelum kau berumur sehari aku sudah bersedia mati untuk mu”, inilah keajaiban hidup dan kecintaan sejati seorang ibu luar biasa. Ketika beruasia 7 tahun, tangan Hee Ah Le pun belum berfungsi dengan baik bahkan memegang pensil pun tidak mampu. Perkenalan Hee Ah le dengan piano pada awalnya hanyalah untuk melatih motorik tangan sang anak, Tapi akhirnya sang ibu memutuskan agar Hee Ah le benar-benar belajar piano. Tak sia-sia lama kelamaan piano menjadi sumber inspirasi dan sahabat terbaik bagi Hee Ah le. Piano telah memberinya banyak hiburan, keberanian dan perasaan bersyukur. Ini tidak mudah. Bayangkan saja seorang anak hanya mempunyai empat jari dan tampa kaki harus memainkan piano yang menuntut kelincahan jari-jari dan kaki untuk memainkan pedal pianonya. belum lagi Hee Ah le sangat susah mengingat angka-angka. Hal ini menjadi kesulitan lain karena memaiankan piano harus menghapal not-not nada. Perlu tiga tahun hee ah le berlatih untuk bisa memainkan lagu pertamanya dengan baik yaitu lagu nabiya Nabiya (kupu-kupu). Perjuangan dan kerja kerasnya ini telah membuah prestasi. Beberapa kejuaraan selanjutnya ia menangkan. Presidin Korea Kim Dae Jong pun memberikan penghargaan atas keberhasilannya mengatasi masalah fisik (Overcaming Physical Difficulty) ini.
saat-saat latihan
Hee Ah le kini telah memainkan komposisi music dan denting piano yang begitu rumit dimainkan dengan begitu cepat oleh jemari yang cekatan lincah dan tanpa beban. Berpindah pindah seperti kelereng yang menggelinding dari atas tangga logam turun berloncatan, melenting dan menghambur. Berpasang mata biru terpukau memandangnya. Sebagain dari mereka bahkan sampai ternganga tanpa sadar. Begitu selesai pada denting terakhir, hanya setengah detik jeda, tepuk tangan gemuruh memberikan aplaus panjang atas permainannya. Bagi seorang paianis tentu ia luar biasa . para pemain piano memainkan dengan 10 jari dan memang dengan sepuluh jari ia harusnya dimainkan. Ada enam peluang yang hilang tetapi justru ia menemukan keindahannya tersendiri.bebera penampilannya
Ia pun menjelajahi dunia, menghibur penonton dan penikmatnya dengan hatinya. Bahkan beberapa albumnya pun telah di keluarkan. Impianya untuk bermaian sepanggung dengan pianist terkenal dunia pun telah terwujud. Dunia pun telah mengenalnya. Semunya itu tentu karena ibu luar biasa yang mampu membuat anaknya melewati keterbatasannya. karena cinta kata ibunya. Cinta ibu adalah bahan bakar yang memicu seorang manusia bisa melakukan hal yang tak mungkin.
Sekilas tentang Tentang Woo Kap Sun ibunda Hee Ah Lee
Ia dalah seorang perawat di sebuah rumah sakit di korea. Di rumah sakitlah kisah cintanya bermula dengan salah seoorang pasiennya. Bernama wung bong bee. Wung bong wee menderita kelumpuhan. Begitulah cinta tak memandang penampilan fisik. Jalinan cinta yang sempat tak direstui ini akhirnya menemui labuhannya. Mereka menikah. 7 tahun pernikahan mereka belum dikarunia anak, hal ini dapat dimaklumi karena sang suami mengalami penyakit urat saraf tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan. Tapi keajaiban datang ketika suatu hari ia menemukan dirinya hamil. Ia sangat bahagia ketika putrinya lahir . hanya seorang ibu yang kuat yang tetap berbinar matanya dan penuh syukur menyambut bayi dengan kekurangan ini.
Semoga kita bisa belajar dari kisah kesejatian cinta ini…. Ia telah mebayar cintanya dengan keiklasan.
ysvina di,
BalasHapusthanks untuk posting nya, aku mrasa tersentuh skali bacanya. soalnya adikku jg down sydrome..
kalau boleh tahu, foto majalahnya diambil darimana? boleh reply aku via email jg.
trims skali yaaa.
*salam kenal*
melia, makasih sudah berkunjung ke blogku. yaps cerita ini benar2 inspiring sekali.
BalasHapusfotonya aku ambil langsung dari bukunya. aku potret sendiri. kalo mau langsung klik gambar and save aja.