Terinspirasi menulis cerita ini setelah melihat liputan tentang Toraja di salah tv swasta. Sempat gagal beberapa kali ,akhirnya bulan juni tahun kemaren (2011) punya kesempatan untuk ber-solo trip menuju segumpal tanah unik yang berjarak sekitar 300 KM dari kota makasar. Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampui itulah kalimat yang tepat menggambarkan trip ini. Yaps perjalanan ini aku lakukan setelah menyelesaikan tugas survey 10 hari di kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Rombongan survey yang sebenarnya berjumlah 5 orang memutuskan untuk segera pulang ke Bogor, tapi tidak dengan ku. Dengan tekad bulat dan membaja aku extend dua hari menuju toraja termasuk waktu untuk perjalanan pergi dan pulang menuju makasar. Waktu yang sangat-sangat kurang sebenarnya, bahkan sebagian temanku menganggapnya sebagai pekerjaan konyol. :D
Karena hanya 2 hari, aku memutuskan menyewa mobil sendiri menuju Toraja. Menggunakan kendaraan umum tidak memungkin. Dan beruntung, driver, pak Andi, yang kami gunakan untuk survey sangat mengerti tentang toraja. Tanpa pikir panjang akhirnya aku putuskan pak andi jadi teman dan guide perjalananku selain alasan keamanan tentunya. Karena track recordnya sudah teruji.
Perjalanan di mulai dari makasar. Dalam waktu 8 jam, kami sudah bisa berada di kota rantepao sebagai ibu kota kabupaten toraja utara. Salah satu keuntungan menyewa mobil sendiri adalah bisa mengekplore kota-kota yang dilewati seperti pare-pare dan engrekang. Dua kota ini cukup berkesan juga buat ku. Dari engrekang perjalanan yang dilalui semakin menanjak dan berkelok-kelok. sampailah di salah satu panorama yang sayang dilewatkan. Orang kebanyakan menyebutnya bukit nona. Konon katanya bukit ini mirip kelamin perempuan. Tapi saya tidak bisa menangkapnya..lemot kali ya. Nah sepanjang jalanan bukit nona ini, banyak warung-warung yang patut dan harus disinggahi sekedar menyeruput kopi hangat...slurrrrrp nikmatnya.
Bukit nona, Engrekang |
lemo
Lemo |
Lemo, ini adalah salah satu karya suku toraja yang kukagumi. Gambar Lemo ini pertama kali, kulihat di kalender salah satu produk rokok waktu SD puluhan tahun lalu. Dan tak disangka dan diduga sampai juga aku di hadapan pemakaman yang dikenal sebagai rumah para arwah ini. Intinya lemo adalah pemakaman pada sebuah dinding batu konon katanya ada 75 lubang. Dibagian depan dinding lemo ini dipasang replika orang-orang yang dimakamkan di lubang batu itu (disebut tau-tau). Konon katanya pakaian dari tau-tau akan diganti pada upacara adat Ma-Nene.
Kettesu
Waw tempat ini yang paling ku suka dari perjalanan ke Toraja ini. Ini adalah komplek perumahan adat toraja yang masih asli yang umurnya tentu sudah sangat tua. Disini kita bisa menyaksikan jejeran rumah adat toraja yang terdiri dari tongkonan dan lumbung padinya. Disini juga ada tempat upacara pemakaman (rante), kuburan purba dan makam-makam modern yang masih tetap menggambarkan budaya tanah toraja. Kuburan purba di belakang kettesu ini merupakan situs pemakaman tebing dengan pemakaman gantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar.
kettesu |
Kettesu dalam sketsa hitam dan putih |
situs pemakaman tebing di belakang kettesu |
Londa
Hampir mirip dengan lemo, londa adalah salah satu pemakaman purba dengan dinding berbatu dan tau-tau. Di dalamnya terdapat banyak tengkorak yang berserakan. Konon katanya susunan peti jenazah di susun berdasarkan silsilah keluarga. Dari beberapa literatur yang sempat ku baca, panjang gowa ini mencapai 1 km, untuk bisa menjelajah sampai 1 km ini diperlukan perizinan dan persyaratan khusus. Tapi jangan cemas, kita bisa kok masuk dalam gua ini tapi hanya sampai kedalaman tertentu. Di depan goa banyak penduduk setempat yang menyewakan lampu sekaligus sebagai guide yang menjelaskan sedikit banyaknya tentang londa.
Pintu masuk Londa |
Seberapa banyak orang yang telah dimakamkan di londa ini bisa diketahui dari jumlah tau-tau yang digantung di depan goa ini. Yang bisa dimakamkan di londa ini adalah petinggi di toraja tentunya dan harus melalui upacara adat Tallulolo. Konon upacara ini sangat menarik dan terkenal seantero. Dan yang fantastis, untuk upacara adat ini ahli waris harus menyediakan minimal 24 kerbau..wow.....
Tengkorak di dalam londa |
Hari kedua di toraja hanya bisa ku explore beberapa jam saja. Karena harus mengejar penerbangan jam 6 sore. Cukup berkesan menikmati malam di kota rantepao..cukup dingin kala itu. Tapi bagi muslim memang harus hati-hati dalam memilih makan. Jika ragu, tanyakan saja rumah makan muslim dimana. Penduduk disana dengan senang hati akan menjawab.
Batutumonga
Pagi hari perjalanan ku lanjutkan menuju puncaknya Toraja, batutumonga. Sayang sekali, cuaca kurang bersahabat. Seharusnya dari batu tumonga ini kita bisa melihat kota toraja dari ketinggian. Tapi hari itu aku hanya melihat kabut dan awan. Sepanjang perjalanan kita bisa melihat rumah-rumah adat toraja, dan jejeran batuan yang dijadikan sebagai tempat pemakaman. Di daerah ini terdapat 56 menhir dengan susunan yang sangat unik. Karena waktu, perjalanan yang masih menggantung ini harus diakhiri.
situs pemakaman di batutomonga |
hamparan sawah di batutumonga |
KAMBIRA
KAMBIRA |
Dalam perjalanan pulang menuju makasar, aku masih sempat mengunjungi kambira (burrial cave). Ternyata tempatnya jauh dan gara-gara kambira ini, aku nyaris ketinggalan pesawat. Untung pak andi sopir yang sangat lihai mampu menembus makasar dalam waktu 6 jam. But whatever, aku merasa tak rugi mengunjungi tempat ini. Dari salah satu liputan hotspot trans-tv ku ketahui bahwa kambira adalah salah satu bentuk pemakaman terunik di dunia.
pohon Tarra |
Tempatnya hanya sederhana, sebatang pohon yang dipagiri...tapi cerita adat dan budayanya yang menjadikannya unik. Pohon ini ternyata bernama pohon tarra dengan umur hampir 300 tahun. Pemakaman kambira ini hanya ditujukan untuk bayi-bayi meninggal disaat belum tumbuh gigi. Pohon kayu tara ini dilubangi, setelah dimasukkan mayat bayi, pohon ini akan ditutup dengan pelepah enau dan dipasak dengan ijuk, jumlah ijuk ini konon katanya menunjukkan strata sosial. Pemakaman di kambira ini pun dilaksanakan dengan rangkain upacara yang unik pula.
disinilah bayi-bayi itu dimakamkan |
Kambira akhrinya mengakhiri perjalanan ku di toraja. Sebelum benar-benar meninggalkannya, ku sempatkan untuk menikmati minumam jus khas toraja, jus terung belanda (Jus tamarella). Sueger rek, walau sedikit kecup:p. Kesimpulan dari perjalananku, suku toraja benar-benar unik karena proses pemakaman dan perkuburannya. All about kematin. Yaps ternyata kehidupan ini memang untuk kematian...
jus tamarella |
hmmm.. bulan juni udah hujan terus ya mbak di toraja? saya kesana bulan januari 2012 ini juga masih sering hujan, apalagi kalau sore. pagi sampai siang sih biasanya cerah.. kalau bawa mobil memang hanya objek2 yang utama saja yang bisa didatangi, sedangkan yang lain kalaupun bisa tapi jalannya agak sulit.. ditunggu cerita lainnya mbak vina :)
BalasHapusyaps pas kemaren kesana hujan terus..nasib kurang beruntung..but bersyukur masih menikmatinya. yaps semangat ransel ya...wah berati dirimu ke toraja baru saja ya...:D
BalasHapusSaya kesini (lagi) bulan agustus 2012, tapi sempatnya cuma ke kete-kesu doang.
BalasHapus