bersama penduduk sasak
Suku Sasak adalah penduduk asli pulau Lombok. Mereka berperawakan seperti layaknya orang Indonesia, berkulit sawo matang (kalaupun sedikit gelap itu karena pengaruh sinar matahari). Penduduk Sasak Asli masih banyak ditemukan di pelosok-pelosok pulau Lombok, khususnya di kaki-kaki Gunung Rinjani sebelah utara yang rimbun. Masih ada sekelompok masyarakat sasak yang masih memegang teguh adat-istiadat dan ajaran leluhurnya dengan kuat. Sekolompok masyarakat sasak itu tinggal di sebuah perkampungan traditional di desa senaru, kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Mengunjungi perkampungan tradional, menjadi bagian perjalanan yang sangat menarik bagiku. Maka tak heran ada beberapa perkampungan traditional yang telah kubidik dan bersiap menyusun strategi untuk mengunjunginya.
Perkampungan Baduy Sudah, Suku Naga Sudah, Suku Sasak Sudah, next Suku Talang Mamak (Riau), Suku Kubu (Jambi), Suku Dayak (Kal-Bal/Kaltim), dan beberapa suku pedalaman di Papua.
Senaru
Perkampungan adat desa Senaru ini terletak di kaki Gunung Rinjani tepatnya hanya berjarak 50 meter dari kantor pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani. kata Senaru berarti Sinar Aru (gadis) Jumlah kepala keluarga yang tinggal di perkampungan adat ini hanya tinggal 20 kepala keluarga.
Jika melakukan pendakian ke Rinjani Melalui desa ini maka sempatkanlah mampir ke kampung traditional ini. disamping itu di desa Senaru ini juga terdapak objek wisata lain seperti Rumah adat Senaru, Air terjun Tiu Kelep, air terjun Sindang Gila, Menikmati Pemandangan Bangket Bayan, Masjid Kuno Bayan dan rumah adat traditional desa Karang Bajo.
Berbagi cerita dengan salah seorang Hamaloka
Penduduk setempat terutama tetua adat akan menyambut kedatangan para tamu. Setelah bersamalaman, biasanya pemangku adat mengajak para tamu duduk dan bercengkrama di sebuah bangunan traditional yang disebut Beruga. Pun dengan kami, kami bercerita banyak dengan selah seorang pemangku adat Sasak di Beruga. Banyak hal kami tanyakan pada sang Bapak, dan si Bapak menjawab setiap pertanyaan kami. Karena kami datang sudah di Sore hari mendekati magrib, jadi tak banyak waktu yang bisa kami lewatkan di kampung ini.
Agama
Dari hasil pengamatan terhadap perkampungan Senaru, salah satu perkampungan Sasak di Senaru, kami mengetahui bahwa Agama yang idnaut oleh suku Sasak adalah agama Islam. Walaupun berdasar pada agama Islam, Agama Islam di Lombok , setelah berakulturasi dengan kebudayaan setempat, terpecah menjadi 2, yaitu Agama Dima dan Agama Waktu Telu. Dalam agama Dima, orang bersembahyang menurut kemauannya sendiri. Dalam agama Waktu Telu, sesuai dengan sebutannya yang berarti 'tiga waktu', hanya beribadah 3 kali sehari, beda dengan Islam asli yang menunaikan shalat 5 kali sehari. Agama Waktu Telu ini hanya melakukan shalat pada waktu shubuh, dhuzur dan maghrib. Setiap perkampungan mempunyai seorang Hamaloka, pemangku yang memimpin segala kegiatan keagamaan kampung. Jabatan Hamaloka ini diperoleh secara turun-temurun. Hamaloka ini jugalah yang memimpin musyawarah-musyawarah penduduk seperti musyawarah acara penebangan kayu
Rumah Adat Suku Sasak
Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Atapnya yang berbentuk gunung tentu sangat terinspirasi dari Gunung Rinjani, Gunung tertinggi di Lombok dan memiliki nilai sakral tertentu bagi suku sasak ini.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Pola permukiman Dusun Senaru
Dusun ini berada dalam satu kompleks yang tertutup dan secara eksternal dihubungkan oleh jalan menuju jalan utama ke Desa Bayan. Bale-bale di Dusun Senaru didirikan di atas tanah datar yang berada di daerah lereng. Di kelilingi oleh pagar dan berfungsi sebagai pembatas, pertahanan dan sebagai penyedia kelengkapan untuk upacara tertentu. Pembangunan bale dilakukan dengan konsep cermin atau berhadapan, dan diantara dua bale didirikan bangunan yang bernama beruga’. Di luar bangunan rumah dekat pagar berdiri kandang ternak.
Konsep pemujaan pada sepengkula juga diwujudkan pada sepengkula dalam perumahan, yakni pembangunan bale dibuat berdasarkan senioritas dalam sistem kekerabatan. Kriteria pembangunan adalah: tinggi rendah dan orientasi matahari. Pemilihan bale dan bahan sangat tergantung pada status sosial yang dimiliki. Tatanan ruang perumahan ditata menurut hirarki sesuai dengan kepercayaan mereka. Elemen bangunan yang dianggap memiliki nilai tinggi ditempatkan pada bagian depan, dan secara berurutan yang bernilai sakral lebih rendah diletakkan di bagian belakang. Peletakan bangunan seperti ini membentuk pola permukiman berhirarki
Semakin tinggi tingkat senioritas seseorang maka semakin tinggi pula lokasi atau tempat yang digunakan untuk membangun bale. Dan sebaliknya bila seseorang memiliki tingkat senioritasnya lebih rendah harus menerima lokasi atau tempat yang lebih rendah pula. Hal ini diterapkan dengan bangunan yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dari pada bangunan yang lain maka dibangun pada tanah yang lebih ditinggikan. Indikator yang digunakan oleh masyarakat suku Sasak di Dusun Senaru adalah indikator Gunung Rinjani. Semakin dekat sebuah tempat/lokasi/elemen bangunan maka semakin tinggi pula kedudukan tempat/lokasi/elemen bangunan tersebut.
Mata pencarian dan kehidupan sosial
Hampir 90 % masyrakat di kampung traditional ini adalah petani dan sebagian kecil peternak. Meski masih mempertahankan tradisi, masyarakat desa ini tidak juga menolak modernisasi. Beberapa rumah kini telah diterangi lampu listrik berdaya 5 watt. Beberapa lainnya masih menggunakan lampu pijar yang terbuat dari kapas ditumbuk dengan campuran biji jarak.
Makan Pisang Goreng ala suku sasak
istirahat di depan salah satu rumah penduduk suku sasak
Bercengkrama dengan ibu dan anak2 suku sasak