seven summiter Rajabasa with background Rajabasa Mount
Puncak gunung ini berada 1200 mdpl. Tapi jangan pernah andah menganggap remeh ketingginannya ini, walaupun Cuma 1200 mdp, tapi perjuangan uintuk mencapai puncak nya rasanya lebih dengan perjuangan mencapai puncak 3000an. Disamping harus menaklukkan alamnya disini pun para pendaki harus berhadapan dengan berbagai macam hewan terutama paceto-paceto, berbagai upaya dan gaya kami lakukan untuk menangkis seragan hewan yang satu ini, tapi tetap saja mereka merayapi den menghisap tetes demi tetes darah kami.
luluran tembakau, parno paceto
Jam 11 malam kami menuju merak untuk selanjutnya menyebrang menuju bekauheni. Di kapal Feri Jatra 1 akhirnya kami mensabotase sebuah kapling dan entah keajaiaban apa perjalanan pulangpun kami berada di kapling ini . Dari bekauheni menuju perkampungan Sumur Kembang kami lanjutkan dengan menyewa sebuah angkot berwarna kuning, dengan sopir bernama bang peri. Sempat berhenti menikmati nasi uduk, belanja kebutuhan yang masih kurang, serta cerita Andi dan Aank tentang sikuning-kuning yang membuat perjalan menuju kampung Sumur Kembang kami penuhi dengan tawa. Cerita sikuning, “cirik style kata uni wiwik” dibahas habis dari berbagai versi….
Jam 11 malam kami menuju merak untuk selanjutnya menyebrang menuju bekauheni. Di kapal Feri Jatra 1 akhirnya kami mensabotase sebuah kapling dan entah keajaiaban apa perjalanan pulangpun kami berada di kapling ini . Dari bekauheni menuju perkampungan Sumur Kembang kami lanjutkan dengan menyewa sebuah angkot berwarna kuning, dengan sopir bernama bang peri. Sempat berhenti menikmati nasi uduk, belanja kebutuhan yang masih kurang, serta cerita Andi dan Aank tentang sikuning-kuning yang membuat perjalan menuju kampung Sumur Kembang kami penuhi dengan tawa. Cerita sikuning, “cirik style kata uni wiwik” dibahas habis dari berbagai versi….
Kapling yang kami sabotase, pulang dan pergi
Jam 8 pagi kami sampai di perkampungan Sumur Kembang, disinilah kami mencari beberapa info dan kemudian mencari Guide yang akan menjadi teman sepanjang perjalanan kami. Sempat agak lama menunggu. Jam 9 kami pun memulai perjalanan kami. Info yang kami peroleh dari masyarakat setempat jangan mematahkan daun dan pohon dengan tangan tapi dengan pisau saja, terus sebelum menanjak sebaiknya berziarah dulu di sebuah makan aku lupa apa nama makam apa yang pasti makam itu dianggap punya nilai sakral bagi masyarakat setempat.
just arrived in kampung sumur kembang
Perjalanan kami melewati perladangan kelapa dan kopi masyarakat setempat. Jalanan berbatu sedikit agak menanjak. Dikiri-kanan jalan banyak terdapat bongkahan batu, konon katanya ini adalah batu bekas rumah-rumah penduduk yang disuruh pindah dari ketinggian tersebut dengan alasan keaman. Kami beristirahat di pos 1, pos dimana tersedia sumber air terakhir. Dan disini lah kami menikmati makan siang kami.
Awal pendakian
Dari pos ini jalanan sudah mulai menanjak, menyisiri dinding tebing dan dibawahnya jurang. Tak berapa lama melewati jalur ini hujan pun turun, akhirnya kami meneduh disebuah rumah ladang penduduk. Tapi sayang hujan pun tak kunjung reda, kami memutuskan menembus hujan untuk melanjutkan perjalanan kami. Jalanan terus menanjak. Setelah berapa lama kami pun masih berada di perladangan masyarakat yang dipenuhi oleh tanaman kopi dan cengkeh. Dari sini kami disuguhi pemandangan pantai yang konon katanya adalah selat sunda. Setelah persitirahatan ini aku tidak lagi mampu menangkap mana posnya. Karena memang dalam perajalanan ini tanda pos tidak jelas, dan posnya juga belum dinamai. Intinya jalanannnya mulai mendatar, setelah itu menyisiri tebing penuh pohon dan bawahnya jurang, terus menanjak lagi dan nyamuk dengan ukuran luar biasa mulai menyerang , paceto-paceto mulai merayapi kaki dan tangan.
makam sakral
Sebelum puncak kita akan melewati jalur menurun dilanjutkan dengan jalanan kecil dan tipis dengan kanan kiri jurang, harus ekstra hati-hati terpeleset sedikit fatal akibatnya. Mana kami harus menempuh semua rute ini dengan aliran hujan dan angin yang lumayan kencang. Melewati pintu rimba, pertanda perjalanan menuju puncak semakin dekat. Akhirnya jam 4.30 aku dan putri menginjakkan kaki di area camp, beberapa meter sebelum puncak. Memilih untuk tidak camp dipuncak karena angin yang cukup kencang.
beberapa rekaman rute perjalanan kami
Dengan ditemani guyuran hujan, kami mendirikan tenda. Segera berberes. Tidak sempat lagi memikirkan perut sudah makan atau belum karena terlanjur kedinginan. Dan hal yang paling dinikmati adalah berada didalam camp. Karena diluar hujan terus mengalir diiiringi angin kencang. Suara gemuruh pohon yang diterbangkan angin menambah keinginan untuk tak keluar dari tenda. Tak lama berselang ternyata salah satu tenda kami bocor, akhirnya ditenda yang sekecil itu kami menghabiskan malam.
tenda kami
Hutan Rajabasa
Cuaca memang tak bersahabat dengan kami, hujan benar-benar tak berhenti. Tapi inilah sensasi luar biasa dari pendakian kali ini. Pagi hari sekitar jam enam pagi kami pun menginjakkan kaki dipuncak dan merayakan sedikit kemanangan kami mencapai puncak ini. Semuanya berkabut…berharap mentari akan datang, tapi penantian tak ku njung datang. Setelah melihat cuaca yang juga tak membaik kami memutuskan untuk tidak menuju kawah yang sudah menjadi danau itu . Dan konon katanya disana terdapat sebuah batu kecil bernama batu pancukupan, sebuah batu yang bisa dimuatin berapa orang saja, dah bahkan bagi yang beruntung bisa menemukan sebuah batu kabah yang bentuk dan ukurannya pun tak jelas.
aksi kami di puncak Rajabasa 1200 mdpl
Perjalanan turun menjadi terasa lebih berat dari perjalan naik karena jalanan yang licin. Beberapa kali terjatuh. Dan terakhir saya pun merasakan nikmatnya sensasi terjerembab diantara semak belukar. Apa lagi putri yang terpeleset entah berapa kali. But whatever not important the destination, but important about the journey.
ketika akupun terjerembab
Bagi anda pencinta gunung Indonesia, gunung ini layak menjadi salah satu list gunung yang patut anda daki…selamat mecoba….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar