Alun-alun mandalawangi atau ada juga yang menyebutnya lembah mandalawangi, sudah lama kudengar cerita keindahan dan keromantisannya. bertahun menunggu, akhirnya 10 juli 2010 pukul 21.30, tapak kaki lemahku pun menginjaknya. kutangkap keindahannya dari retina mataku, kurasakan keromantisannya dari jiwa dan perasaaku, kuhirup udaranya dari paruku, kurasakan dinginnya dari kulit tipisku dan kurasakan aromanya dari penciumanku.
Lembah mandalawangi adalah suatu titik di muka planet ini, di mana manusia bisa bercumbu siang malam bersama bumi dan langit. Hamparan edelweis yang masih kuncup pun sudah cukup mewakili keindahan sang mandalawangi di atas muka bumi ini. Di gelapnya malam, milyaran bintang tidak pelit untuk membagi sinarnya yang indah dan cantik. Diam tapi tidak membeku di hitamnya malam, karena mereka masih mengerlingkan matanya.
Keindahan itu tak terlukiskan. Keindahan itu tidak tergambarkan. Lupakan segala kata-kataku, karena aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata
maka simaklah rekam puisi yang telah ditulis seorang pujangga untuk pangrango dan mandalawangi di tahun 1966
Mandalawangi-Pangrango
by : Soe Hok Gie
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya "tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
'terimalah dan hadapilah
dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta 19-7-1966
siluet kedinginan
hamparan edelweis dan gunung salak yang terlihat
hamparan edelweis
Wah, naik gunung terus nih Bu.. hebat juga bagi waktunya..
BalasHapusIn memoriam itu, monumen untuk apa?
Clara
iya nih bu, lagi senang menggunung...ya sempat keteteran juga bagi waktunya...tapi yah senang gimana..
BalasHapusin memoriam itu,monumen untuk beberapa relawan tramp yang meninggal di puncak pangrango dan konon disini juga disebar abu Soe Hok Gie penulis puisi di atas. sebenarnya ia meningaal di puncak semeru, tapi setelah dikremasi katanya abunya ada yang disebar disini, karna ia banyak menghabiskan waktunya di mandalawangi ini...
clara suka naik gunung nga, menggunung bareng yuk he....
Kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih,,Lembah Mandalawangi...
BalasHapusKau dan aku tegak berdiri,
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram..
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin..
Soe Hok Gie - Sebuah Tanya