“Sekarang musim apa mba?’, “ Kenapa hujan di musim kemarau ? “, “ Ada apa dengan musim di Indonesia Saat ini?”. Itulah tiga pertanyaan yang banyak ditanyakan ketika aku berada di pameran Pekan Serelia Nasional I di Maros akhir pekan lalu. Wajarlah mereka menanyakan itu padaku , maklum aku berdiri di bawah sebuah banner bertuliskan iklim. Tell the truth, pertanyan ini tak hanya menjadi pertanyaan masyarakat, tapi pun di pertanyakan oleh sebagian besar climatologist dan meteorologist di dunia ini. Fenomena sampai Juli 2010, di luar prakiraan. Ini lah salah satu indicator bahwa saat ini pola iklim telah berubah sehingga sangat sulit untuk diprediksi. Frekwensi Anomali dan kondisi ekstrim semakin sering terjadi.
Sampai Juli 2010 ini curah hujan masih sangat tinggi di sebagian wilayah Indonesia. BMKG melalui info berjalan di TV One menyebutkan pada bulan Juli ini tercatat 150 kali Kejadian hujan Ekstrim. Tapi sayang kita tidak bisa mengetahui dimana hujan ekstrim itu terjadi dan berapa intensitas keekstrimannya. Info terakhir mengenai hujan ekstrim di web site resmi BMKG yang tersedia adalah bulan Juni. Saya sendiri memberikan apresiasi bagi teman-teman di Stasiun
Klimatologi Pondok Betung yang membahas setiap kejadian iklim ekstrim di wilayah kerjanya dan di publish di websitenya. Tapi di website
stasiun klimatologi Bogor , dimana saya berada, keadaan tersebut tidak dibahas. Harapan saya dan tentu harapan sebagian masyarakat Indonesia, setiap stasiun UPT BMKG melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Staklim Pondok Betung. Membahas iklim ke kinian di web site resminya. Sehingga masyarakat mendapatkan info yang tepat dari orang yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan dan dibahas secara spesifik lokasi.
Sebenarnya ada beberapa lembaga lain yang melakukan pemantaun iklim di Indonesia, Tapi jika hasil pantaun ini di publish ke kalangan umum maka menyalahin UU BMKG. Sehingga BMKG benar-benar diharapkan dapat memberikan infomasi dan ulasan lebih akurat dan lebih cepat (real time).
Prakiraan musim Kemarau 2010
Pada
kompas edisi Rabu, 10 Maret 2010 pada sebuah berita bertajuk “El Nino dan Tiga Indikator Pengaruhi Musim Kemarau” disebutkan bahwa hasil pemantauan El Nino pada akhir Februari 2010 masih berlangsung dengan intensitas moderat. Sementara prediksi Maret hingga Juni 2010, El Nino melemah hingga berubah netral. Nilai indeks Dipole Mode pada Februari 2010 berkisar antara minus 0,4 dan 0,4. Ini mengindikasikan pergerakan uap air Samudra Hindia dari arah selatan India atau timur Afrika menuju wilayah Indonesia dalam intensitas normal. Intensitas Madden Julian Oscillation (MJO) pada Februari 2010 terpantau 0,8 yang terus melemah hingga minggu pertama Maret 2010. Kondisi demikian mengindikasikan tidak ada penambahan awan hujan.
”Kesimpulannya, kemarau akan normal,” kata Sri Woro. Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Humas BMKG Edison Gurning,
musim kemarau di beberapa wilayah di Indonesia—sebagian besar di wilayah Jawa Timur—mulai lebih awal.
Sebuah
sumber lain menyebutkan: El Nino telah terjadi sejak Juni 2009, diprediksi berlangsung hingga pertengahan musim kemarau 2010 dan cenderung menyebabkan musim kemarau datang lebih cepat, meskipun demikian intensitasnya lemah-moderat karena lautan di sekitar wilayah Indonesia masih cukup hangat. Sampai akhir Januari 2010 perpindahan massa udara dan uap air telah terjadi dari wilayah Indonesia menuju ke samudera pasifik equator. Ini terlihat dari pola angin udara atas paras 850 mb. Model iklim “Decadal Prediction System” yang dikembangkan Meteorologi Office, Inggris memprakirakan tahun 2010 merupakan tahun dengan suhu global terpanas dalam sejarah meteorologi dunia, melampaui suhu panas El Nino 1998.
Dalam buku prakiraan Musim Kemarau Indonesia 2010 yang dikeluarkan BMKG pada Maret 2010, untuk pulau Jawa disebutkan sebanyak 27 ZOM, awal musim kemarau (MK) antara dasarian 1-III April 2010, 53 ZOM, awal MK antara dasarian I-III Mei 2010 dan 14 ZOM, Awal MK dasarian I-III Juni 2010. Prakiraan ini pun pada beberapa bulan berikutnya di Update bahwa awal MK akan jatuh pada pertengahan dan akhir Juli 2010. Tapi realitas dilapangan Musim hujan masih berlansung hingga awal agustus ini.
peta awal MK Jabar-Banten_DKI
Kondisi Saat ini.
Secara sederhana hasil prakiraan musim kemarau tahun 2010 bisa dikatakan tidak tepat . Sampai saat ini hujan masih tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. Bulan Juni dan Juli biasanya adalah puncak musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia terutama di daerah monsunal. Tapi tahun 2010 menunjukkan penyimpangan. Mengapa ini terjadi dan apa penyebabnya? Berikut saya kutip hasil
Jumpa pers BMKG tentang iklim ekstrim dan penyimpangan iklim pada 11 Agustus 2010
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan,cuaca yang terjadi sepanjang tahun ini merupakan terekstrem selama 12 tahun terakhir.
Penyimpangan musim kemarau serta ditandai memanasnya suhu permukaan laut hampir di seluruh wilayah Indonesia merupakan bukti ekstremitas cuaca tahun ini. “Kondisi seperti ini mirip 1998 tapi intensitasnya jauh lebih tinggi. Bisa dikatakan,2010 ini unik sekali karena lebih ekstrem,”kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Soeroso Hadiyanto di Jakarta kemarin. Menurut Soeroso,fenomena ini bukan terjadi secara periodik dalam 12 tahun sebab sebelum 1998 tidak terjadi cuaca seekstrem 2010. menurut dia, hal itu terjadi tergantung fenomena global yaitu arah angin maupun curah hujan.
“Saya tidak bisa mengatakan kalau ini sebuah fenomena periodik karena sangat tergantung dari tekanan udara, curah hujan, dan lainnya,” tambahnya. Berdasarkan hasil pantauan BMKG maupun sejumlah badan cuaca seperti NOAA milik Amerika Serikat,BOM Australia, dan Jamsfe Jepang,prediksi El Nino atau La Nina menunjukkan indeks negatif. Pada Agustus hingga September 2010 diprediksi terjadi La Nina moderat sedangkan pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 berupa La Nina kuat.
“Saat ini, pada Agustus 2010 terjadi fenomena global La Nina dengan intensitas moderat. Dampak El Nino sangat memengaruhi suhu perairan di Indonesia,” katanya. Kondisi tersebut memengaruhi cuaca pada Agustus 2010 yaitu memasuki masa pancaroba atau transisi dari musim kemarau ke musim hujan.Pada masa tersebut terjadi kemarau namun disertai dengan hujan atau dinamakan kemarau basah. “Mungkin menjadi pertanyaan bagi masyarakat kenapa musim kemarau juga terjadi hujan.Hal ini karena memasuki masa pancaroba. Meskipun kemarau, tapi terjadi hujan,” ujarnya.
Faktor lain penyebab hujanterusmenerusdengan curah hujan ekstrem yaitu di atas 150 mm/hari karena memanasnya suhu permukaan laut yang berdampak pada tingginya intensitas penguapan sehingga membentuk awan dan menyebabkan hujan. Di sisi lain,BMKG memprediksi puncak musim hujan di Indonesia akan terjadi pada Oktober mendatang. Soeroso mengatakan, sebanyak 42,3% daerah di Indonesia akan mengalami hujan. “Musim hujan akan mulai masuk pada September namun pada bulan tersebut hanya 19,1% daerah yang akan mengalami hujan. Selanjutnya, puncak musim hujan akan terjadi pada Oktober dengan 42,3%, sedangkan pada November terjadi 33,3%,”jelasnya.
Dia menjelaskan,pada Agustus hingga September mendatang dipastikan akan terjadi hujan lebat disertai petir dan angin kencang, serta gelombang tinggi. Kondisi tersebut menjadi bagian yang harus diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Sejak Juli lalu BMKG sudah mencatat terjadinya hujan ekstrem sebanyak 125 kali di beberapa tempat di Indonesia. Sedangkan pada Agustus, meski baru memasuki 10 hari pertama,BMKG sudah mencatat 52 hujan ekstrem yang terjadi. “Juli lalu hujan ekstrem terjadi sebanyak satu kali di Jakarta, sedangkan Agustus ini belum terjadi sama sekali,” paparnya.
Dengan adanya cuaca ekstrem seperti ini, BMKG kembali mengingatkan kepada masyarakat di wilayah selatan Pulau Jawa karena di kawasan ini gelombang yang terjadi bisa mencapai 2,5 hingga 4 meter. Sedangkan di wilayah utara Jawa, gelombang akan terjadi 2,5 hingga 3 meter.“Karenanya,para awak kapal dari Surabaya menuju Kalimantan harus meningkatkan kewaspadaan mereka,”tukasnya. Sedangkan untuk saat ini hingga 16 Agustus mendatang, beberapa wilayahyangakanmengalamihujan adalah Aceh,Sumatera Utara,Riau, Lampung,Jawa Barat,DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan sekitar Kepulauan Seram.
“Daerah-daerah itu masih akan mengalami hujan karenanya tetap harus waspada,” tandas Soeroso. Analis Cuaca dan Iklim BMKG Yogyakarta Sigit Hadi Prakoso mengatakan, musim kemarau tahun ini akan berlangsung singkat, sekitar empat bulan, dimulai awal Juni hingga akhir September. Dari Agustus hingga awal September merupakan puncak kemarau. “Meski puncak kemarau, tapi kondisinya cerah berawan. Ada awandilangittapibukanmendung,” kata Sigit saat dihubungi kemarin terkait kondisi cuaca di Yogyakarta.
Menurut Sigit,masyarakat tidak perlu khawatir dengan kondisi cuaca yang terjadi selama bulan Ramadan. Sebab, cuacanya masih dalam kondisi normal sehingga tidak akan mengakibatkan dehidrasi akibat suhu yang panas.Cuaca dikatakan ekstrem jika suhunya melebihi35derajatCelsius.Meskidi puncak musim kemarau, masih dimungkinkan hujan turun dengan intensitas rendah. (megiza/ abdul malik mubarak/ant)
Source:Seputar-indonesia