Pada suatu areal pertanian penyediaan air tanaman berasal dari curah hujan dan irigasi. Sedangkan kehilangan air dapat berupa drainase, limpasan permukaan, evaporasi, dan transpirasi. Sebagian air disimpan sebagai cadangan makanan dalam tanah. Keseluruhan masukan (input) dan keluaran (output) air dapat dirumuskan sebagai neraca air (Handoko, 1994).
Perhitungan neraca air lahan merupakan salah satu informasi penting untuk menentukan langkah kegiatan usaha tani dari hari ke hari. Hal ini disebabkan karena tingkat ketersediaan air mampu mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Jika tanaman pernah mengalami tekanan, maka pertumbuhan dan produksinya akan turun. Penurunan ini akan semakin tajam jika kejadian iklim dan cuaca yang mengganggu terjadi pada saat fase pertumbuhan tanaman peka terhadap ketersediaan air. Peristiwa tersebut jika terjadi pada intensitas yang tinggi dan daerah yang luas akan menurunkan produksi dalam jumlah yang besar.
Menurut Nasir (2002) berdasarkan cakupan ruang dan manfaat untuk perencanaan pertanian, disusun neraca air agroklimat dengan tiga model analisis sebagai berikut :
1. Neraca air umum, untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama air secara umum.
2. Neraca air lahan, untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola tanam secara umum.
3. Neraca air tanaman, untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah dan penggunaan air tanaman untuk perencanaan tanaman tiap kultivar.
Analisis pada neraca air lahan berguna terutama untuk penggunaan dalam pertanian secara umum. Nasir (2002) mengatakan secara umum manfaat neraca air lahan terutama untuk :
- Mengetahui kondisi agroklimat terutama dari segi kondisi air
- Mengetahui periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan perimbangan antara hujan dan ETP.
- Memilih jenis tanaman dan mengatur jadwal tanam dan panen serta mengatur kombinasi tanaman tumpang sari bila diperlukan.
- Mengatur pemberian air irigasi baik jumlah maupun waktu sesuai dengan keperluan. Informasi terpenting dari neraca air lahan adalah untuk mengetahui dinamika perubahan kadar air tanah sehingga berguna untuk menyusun strategi pengelolaan usaha tani tersebut.
Dimana:
CH :Curah hujan
I :Irigasi
D :Drainase
Runoff :Aliran permukaan
ETP :Evapotranspirasi
∆ KAT :Perubahan kandungan air tanah
CH :Curah hujan
ETP :Evapotranspirasi
∆ KAT :Perubahan kandungan air tanah
Ro :Aliran permukaan
CH :Curah hujan
I :Irigasi
Ro :Aliran permukaan
ETP :Evapotranspirasi
∆ KAT :Perubahan kandungan air tanah
Pc :Perkolasi
1. Mengisi curah hujan (CH)
2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP)
3. APML (Accumulation of Potensial Water Loss).
Nilai APWL merupakan akumulasi CH-ETP dari waktu ke waktu. Akumulasi air yang hilang secara potensial ini akan menentukan kandungan air tanah pada saat curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial.
4. Kadar air tanah.
Kandungan air tanah dapat maksimum pada suatu periode dimana CH-ETP bernilai positif. Sedangkan apabila CH-ETP bernilai negatif maka kandungan air tanah akan ditentukan:
AT= KL- TLP
5. dKAT (Perubahan Kandungan Air Tanah)
Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Nilai dKAT yang positif menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.
6. ETA (Evapotranspirasi aktual)
Bila curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi maka nilai ETA sama dengan nilai ETP. Namun bila curah hujan jauh lebih kecil dari nilai ETP maka tanah akan mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah dari nilai potensialnya. Pada kondisi ini maka nilai ETA akan sama dengan nilai CH+dKAT.
7. Defisit
Defisit berarti berkurangnya air untuk keperluan evapotranspirasi potensial sehingga defisit air adalah perbedaan atau selisih antara nilai ETP dan ETA. Nilai defisit merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan ETP tanaman.
8. Surplus
Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai ETP dan perubahan kadar air tanah (CH-ETP-dKAT)
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Hillel,D. 1972. The Field Water Balanced and Water Use Efesiensy. In: D hillel (ed) Optimizing the soil physical Enviroment Toward Greater Crop Yields. Academic Press. New York.
Nasir, A.2002. Neraca Air Agroklimatik. Makalah Pelatihan Bimbingan Pengamanan Tanaman Pangan dan Bencana Alam.Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar